Kisah Abu Nawas | Asmara Memang Aneh
20. Asmara
Memang Aneh
Secara tak terduga Pangeran yang
menjadi putra marikota jatuh sakit. Sudah banyak tabib yang didatangkan
untuk memeriksa dan mengobati tapi tak seorang pun mampu
menyembuhkannya. Akhirnya Raja mengadakan sayembara. Sayembara boleh
diikuti oleh rakyat dari semua lapisan. Tidak terkecuali oleh para penduduk
negeri tetangga.
Sayembara yang menyediakan hadiah
menggiurkan itu dalam waktu beberapa hari berhasil menyerap ratusan
peserta. Namun tak satu pun dari mereka berhasil mengobati penyakit sang
pangeran. Akhirnya sebagai sahabat dekat Abu Nawas, menawarkan jasa baik
untuk menolong sang putra mahkota.
Baginda Harun Al Rasyid menerima
usul itu dengan penuh harap. Abu Nawas sadar bahwa dirinya bukan tabib.
Dari itu ia tidak membawa peralatan apa-apa. Para tabib yang ada di istana
tercengang melihat Abu Nawas yang datang tanpa peralatan yang mungkin
diperlukan. Mereka berpikir mungkinkah orang macam
Abu Nawas ini bisa mengobati
penyakit sang pangeran? Sedangkan para tabib terkenal dengan peralatan yang
lengkap saja tidak sanggup. Bahkan penyakitnya tidak terlacak. Abu
Nawas merasa bahwa seluruh perhatian tertuju padanya. Namun Abu Nawas tidak
begitu memperdulikannya. Abu Nawas dipersilahkan memasuki
kamar pangeran yang sedang terbaring. la menghampiri sang pangeran dan
duduk di sisinya.
Setelah Abu Nawas dan sang
pangeran saling pandang beberapa saat, Abu Nawas berkata, "Saya
membutuhkan seorang tua yang di masa mudanya sering mengembara ke pelosok
negeri."
Orang tua yang diinginkan Abu
Nawas didatangkan. "Sebutkan satu persatu nama-nama desa di daerah
selatan." perintah Abu Nawas kepada orang tua itu.
Ketika orang tua itu menyebutkan
nama-nama desa bagian selatan, Abu Nawas menempelkan telinganya ke dada
sang pangeran. Kemudian Abu Nawas memerintahkan agar menyebutkan
bagian utara, barat dan timur. Setelah semua bagian negeri disebutkan,
Abu Nawas mohon agar diizinkan mengunjungi sebuah desa di sebelah utara.
Raja merasa heran.
"Engkau kuundang ke sini
bukan untuk bertamasya." "Hamba tidak bermaksud berlibur Yang Mulia." kata
Abu Nawas.
"Tetapi aku belum
paham." kata Raja.
"Maafkan hamba, Paduka Yang
Mulia. Kurang bijaksana rasanya bila hamba jelaskan sekarang." kata Abu
Nawas. Abu Nawas pergi selama dua hari.
Sekembali dari desa itu Abu Nawas
menemui sang pangeran dan membisikkan sesuatu kemudian menempelkan
telinganya ke dada sang pangeran. Lalu Abu Nawas menghadap Raja.
"Apakah Yang Mulia masih
menginginkan sang pangeran tetap hidup?" tanya Abu Nawas.
"Apa maksudmu?" Raja
balas bertanya.
"Sang pangeran sedang jatuh
cinta pada seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini." kata Abu Nawas
menjelaskan.
"Bagaimana kau tahu?"
"Ketika nama-nama desa di
seluruh negeri disebutkan tiba-tiba degup jantungnya bertambah keras ketika
mendengarkan nama sebuah desa di bagian utara negeri ini. Dan sang
pangeran tidak berani mengutarakannya kepada Baginda."
"Lalu apa yang harus aku
lakukan?" tanya Raja.
"Mengawinkan pangeran dengan
gadis desa itu."
"Kalau tidak?" tawar
Raja ragu-ragu.
"Cinta itu buta. Bila kita
tidak berusaha mengobati kebutaannya, maka ia akan mati." Rupanya saran Abu
Nawas tidak bisa ditolak. Sang pangeran adalah putra satu-satunya yang merupakan
pewaris tunggal kerajaan.
Abu Nawas benar. Begitu mendengar
persetujuan sang Raja, sang pangeran berangsur-angsur pulih. Sebagai
tanda terima kasih Raja memberi Abu Nawas sebuah cincin permata yang amat
indah.
Komentar
Posting Komentar