Kisah Abu Nawas | Tugas Yang Mustahil
25.
Tugas Yang Mustahil
Abu Nawas belum kembali. Kata
istrinya ia bersarna seorang Pendeta dan seorang Ahli Yoga sedang
melakukan pengembaraan suci. Padahal saat ini Baginda amat membutuhkan bantuan
Abu Nawas. Beberapa hari terakhir ini Baginda merencanakan membangun
istana di awang-awang. Karena sebagian
dari raja-raja negeri sahabat
telah membangun bangunan-bangunan yang luar biasa.
Baginda tidak ingin menunggu Abu
Nawas iebih lama lagi. Beliau mengutus beberapa orang kepercayaannya
untuk mencari Abu Nawas. Mereka tidak berhasil menemukan Abu Nawas
kerena Abu Nawas ternyata sudah berada di rumah ketika mereka baru
berangkat.
Abu Nawas menghadap Baginda Raja
Harun Al Rasyid. Baginda amat riang. Saking gembiranya beliau mengajak
Abu Nawas bergurau. Setelah saling tukar menukar cerita-cerita lucu, lalu
Baginda mulai mengutarakan rencananya.
"Aku sangat ingin membangun
istana di awang-awang agar aku Iebih terkenal di antara raja-raja yang lain.
Adakah kemungkinan keinginanku itu terwujud, wahai Abu Nawas?"
"Tidak ada yang tidak
mungkin dilakukan di dunia ini Paduka yang mulia." kata Abu Nawas berusaha mengikuti arah
pembicaraan Baginda.
"Kalau menurut pendapatmu
hal itu tidak mustahil diwujudkan maka aku serahkan sepenuhnya tugas ini
kepadamu." kata Baginda puas.
Abu Nawas terperanjat. la menyesal
telah mengatakan kemungkinan mewujudkan istana di awang-awang.
Tetapi nasi telah menjadi bubur. Kata-kata yang telah terlanjur didengar
oleh Baginda tidak mungkin ditarik kembali.
Baginda memberi waktu Abu Nawas
beberapa minggu. Rasanya tak ada yang lebih berat bagi Abu Nawas
kecuali tugas yang diembannya sekarang. Jangankan membangun istana di
langit, membangun sebuah gubuk kecil pun sudah merupakan hal yang mustahil
dikerjakan. Hanya Tuhan saja yang mampu melakukannya. Begitu gumam Abu Nawas.
Hari-hari berlalu seperti biasa.
Tak ada yang dikerjakan Abu Nawas kecuali memikirkan bagaimana membuat
Baginda merasa yakin kalau yang dibangun itu benar-benar istana di langit.
Seluruh ingatannya dikerahkan dan dihubunghubungkan. Abu Nawas bahkan berusaha
menjangkau masa kanak-kanaknya. Sampai ia ingat bahwa dulu ia
pernah bermain layang-layang.
Dan inilah yang membuat Abu Nawas
girang. Abu Nawas tidak menyia-nyiakan waktu lagi. la bersama beberapa
kawannya merancang layang-layang raksasa berbentuk persegi empat. Setelah
rampung baru Abu Nawas melukis pintu-pintu serta jendela-jendela dan
ornamen-ornamen lainnya.
Ketika semuanya selesai Abu Nawas
dan kawan-kawannya menerbangkan layang-layang raksasa itu dari
suatu tempat yang dirahasiakan.
Begitu layang-layang raksasa
berbentuk istana itu mengapung di angkasa, penduduk negeri gempar.
Baginda Raja girang bukan
kepalang. Benarkah Abu Nawas berhasil membangun istana di langit? Dengan tidak
sabar beliau didampingi beberapa orang pengawal bergegas menemui Abu
Nawas.
Abu Nawas berkata dengan bangga.
"Paduka yang mulia, istana
pesanan Paduka telah rampung."
"Engkau benar-benar hebat
wahai Abu Nawas." kata Baginda memuji Abu Nawas.
"Terima kasih Baginda yang
mulia." kata Abu Nawas "Lalu bagaimana caranya aku ke sana?" tanya Baginda.
"Dengan tambang, Paduka yang mulia." kata Abu Nawas.
"Kalau begitu siapkan
tambang itu sekarang. Aku ingin segera melihat istanaku dari dekat." kata Baginda
tidak sabar.
"Maafkan hamba Paduka yang
mulia. Hamba kemarin lupa memasang tambang itu. Sehingga seorang kawan hamba
tertinggal di sana dan tidak bisa turun." kata Abu Nawas. .
"Bagaimana dengan engkau
sendiri Abu Nawas? Dengan apa engkau turun ke bumi?" tanya Baginda.
"Dengan menggunakan sayap Paduka
yang mulia." kata Abu Nawas dengan bangga.
"Kalau begitu buatkan aku
sayap supaya aku bisa terbang ke sana." kata Baginda.
"Paduka yang mulia, sayap
itu hanya bisa diciptakan dalam mimpi." kata Abu Nawas menjelaskan.
"Engkau berani mengatakan aku
gila sepertimu?" tanya Baginda sambil melotot.
"Ya, Baginda. Kurang lebih
seperti itu." jawab Abu Nawas tangkas.
"Apa maksudmu?" tanya
Baginda lagi.
"Baginda tahu bahwa
membangun istana di awang-awang adalah pekerjaan yang mustahil dilaksanakan. Tetapi
Baginda tetap menyuruh hamba mengerjakannya. Sedangkan hamba
juga tahu bahwa pekerjaan itu mustahil dikerjakan, Tetapi hamba tetap
menyanggupi titah Baginda yang tidak masuk akal itu." kata Abu Nawas
berusaha meyakinkan Baginda.
Tanpa menoleh Baginda Raja
kembali ke istana diiring para pengawalnya. Abu Nawas berdiri sendirian sambi
memandang ke atas melihat istana terapung di awang-awang.
"Sebenarnya siapa diantara
kita yang gila?" tanya Baginda mulai jengkel.
"Hamba kira kita berdua
sama-sama tidak waras Tuanku." jawab Abu Nawas tanpa ragu.
Komentar
Posting Komentar