Kisah Abu Nawas | Taruhan Yang Berbahaya
16. Taruhan
Yang Berbahaya
Pada suatu sore ketika Abu Nawas
ke warung teh kawan-kawannya sudah berada di situ. Mereka memang
sengaja sedang menunggu Abu Nawas.
"Nah ini Abu Nawas
datang." kata salah seorang dari mereka.
"Ada apa?" kata Abu
Nawas sambil memesan secangkir teh hangat.
"Kami tahu engkau selalu
bisa melepaskan diri dari perangkap-perangkap yang dirancang Baginda Raja Harun Al
Rasyid. Tetapi kami yakin kali ini engkau pasti dihukum Baginda Raja bila engkau
berani melakukannya." kawan-kawan Abu Nawas membuka percakapan.
"Apa yang harus kutakutkan.
Tidak ada sesuatu apapun yang perlu ditakuti kecuali kepada Allah Swt."
kata Abu Nawas menentang.
"Selama ini belum pernah ada
seorang pun di negeri ini yang berani memantati Baginda Raja Harun Al Rasyid.
Bukankah begitu hai Abu Nawas?" tanya kawan Abu Nawas.
"Tentu saja tidak ada yang
berani melakukan hal itu karena itu adalah pelecehan yang amat berat
hukumannya pasti dipancung." kata Abu Nawas memberitahu.
"Itulah yang ingin kami
ketahui darimu. Beranikah engkau melakukannya?"
"Sudah kukatakan bahwa aku
hanya takut kepada Allah Swt. saja. Sekarang apa taruhannya bila aku bersedia
melakukannya?" Abu Nawas ganti bertanya.
"Seratus keping uang emas.
Disamping itu Baginda harus tertawa tatkala engkau pantati." kata mereka. Abu
Nawas pulang setelah menyanggupi tawaran yang amat berbahaya itu.
Kawan-kawan Abu Nawas tidak yakin
Abu Nawas sanggup membuat Baginda Raja tertawa apalagi ketika
dipantati. Kayaknya kali ini Abu Nawas harus berhadapan dengan algojo
pemenggal kepala.
Minggu depan Baginda Raja Harun
Al Rasyid akan mengadakan jamuan kenegaraan. Para menteri, pegawai
istana dan orang-orang dekat Baginda diundang, termasuk Abu Nawas. Abu
Nawas merasa hari-hari berlalu dengan cepat karena ia harus menciptakan
jalan keluar yang paling aman bagi keselamatan lehernya dari pedang
algojo. Tetapi bagi kawan-kawan Abu Nawas hari-hari terasa amat panjang.
Karena mereka tak sabar menunggu pertaruhan yang amat mendebarkan itu.
Persiapan-persiapan di halaman
istana sudah dimulai. Baginda Raja menginginkan perjamuan nanti
meriah karena Baginda juga mengundang rajaraja dari negeri sahabat.
Ketika hari yang dijanjikan tiba,
semua tamu sudah datang kecuali Abu Nawas. Kawan-kawan Abu Nawas yang
menyaksikan dari jauh merasa kecewa karena Abu Nawas tidak hadir. Namun
temyata mereka keliru. Abu Nawas bukannya tidak datang tetapi terlambat
sehingga Abu Nawas duduk di tempat yang paling belakang.
Ceramah-ceramah yang mengesankan
mulai disampaikan oleh para ahli pidato. Dan tibalah giliran Baginda Raja
Harun Al Rasyid menyampaikan pidatonya. Seusai menyampaikan pidato
Baginda melihat Abu Nawas duduk sendirian di tempat yang tidak ada karpetnya.
Karena merasa heran Baginda bertanya,
"Mengapa engkau tidak duduk
di atas karpet?"
"Paduka yang mulia, hamba
haturkan terima kaslh atas perhatian Baginda. Hamba sudah merasa cukup bahagia
duduk di sini." kata Abu Nawas.
"Wahai Abu Nawas, majulah
dan duduklah di atas karpet nanti pakaianmu kotor karena duduk di atas tanah."
Baginda Raja menyarankan. "Ampun Tuanku yang mulia, sebenarnya hamba ini sudah
duduk di atas karpet."
Baginda bingung mendengar
pengakuan Abu Nawas. Karena Baginda melihat sendiri Abu Nawas duduk di atas
lantai. "Karpet yang mana yang engkau maksudkan wahai Abu Nawas?"
tanya Baginda masih bingung.
"Karpet hamba sendiri Tuanku
yang mulia. Sekarang hamba selalu membawa karpet ke manapun hamba
pergi." Kata Abu Nawas seolah-olah menyimpan misteri.
"Tetapi sejak tadi aku belum
melihat karpet yang engkau bawa." kata Baginda Raja bertambah bingung.
"Baiklah Baginda yang mulia,
kalau memang ingin tahu maka dengan senang hati hamba akan menunjukkan
kepada Paduka yang mulia." kata Abu Nawas sambil beringsut-ringsut ke
depan. Setelah cukup dekat dengan Baginda, Abu Nawas berdiri kemudian menungging
menunjukkan potongan karpet yang ditempelkan di bagian pantatnya.
Abu Nawas kini seolah-olah memantati Baginda Raja Harun Al Rasyid.
Melihat ada sepotong karpet menempel di pantat
Abu Nawas, Baginda Raja tak bisa
membendung tawa sehingga beliau terpingkal-pingkal diikuti oleh
para undangan.
Menyaksikan kejadian yang
menggelikan itu kawan-kawan Abu Nawas merasa kagum.
Mereka harus rela melepas seratus
keping uang emas untuk Abu Nawas.

Komentar
Posting Komentar