Kisah Abu Nawas | Mengajar Lembu Mengaji Al-Qur’an
36. Mengajar Lembu Mengaji Al-Qur’an
“Panggil Abu Nawas
kemari hari ini juga,“ titah Sultan Harun Al-Rasyid kepada salah seorang Prajuritnya.
“Hai Abu Nawas …”
kata Prajurit sesampai di rumah Abu Nawas,
“Saat ini juga engkau diperintahkan
Baginda Raja untuk datang ke istana.”
Hanya berjarak
setengah jam setelah Prajurit tadi sampai di istana, Abu Nawas pun tiba di
sana.
“Hai Abu Nawas …”
kata Raja, “Tahukah kamu mengapa kamu aku panggil kemari? Aku minta tolong
kepadamu untuk mengajari lembuku supaya bisa mengaji Al-Qur’an. Jika lembu itu
tidak dapat mengaji, niscaya aku akan menyuruh prajurit untuk menghukum kamu.”
“Baiklah Tuanku Syah
Alam,” jawab Abu Nawas, “Titah tuanku akan saya kerjakan.”
Kemudian Abu Nawas di suruh pulang dengan menghela seekor lembu. Sesampai
dirumah lembu itu diikat erat-erat pada sebatang pohon kurma.
Esok harinya Abu
Nawas mulai memukul lembu itu dengan sebuah cambuk rotan sampai setengah mati.
Ketika binatang itu hampir mengamuk, Abu Nawas mengucapkan kata “atau”,
“atau”, “atau”. Perkataan itulah yang diajarkan Abu Nawas kepada lembu itu
sambil tetap mengayunkan cambukannya tanpa henti. Pekerjaan itu ia lakukan
setiap hari pagi sampai tengah hari dan dari dhuhur sampai maghrib selama
beberapa hari sehingga tidak terpikirkan untuk menghadap ke istana.
Setengah bulan
kemudian baginda menyuruh seorang prajurit untuk melihat ke rumah Abu Nawas, apakah dia
mampu mengajari lembu itu mengaji atau tidak.
Apa yang disaksikan
oleh prajurit tadi di rumah Abu Nawas, tiada lain cambukan yang dilancarkan
oleh Abu Nawas ke
badan lembu itu sambil berkata ”atau, “atau, “atau” sampai binatang itu
kesakitan setengah mati. Maka dilaporkanlah hal itu kepada Baginda Sultan.
“Mohon ampun
baginda,” kata prajurit itu sesampai di Istana, “hamba lihat Abu Nawas
sedang mengajar lembu itu di belakang rumah dengan sebuah cambuk rotan yang
besar. Jika tali pengikatnya tidak kuat pastilah lembu itu lepas dan mengamuk,
yang diajarkan tidak lain hanyalah tiga patah kata , yaitu “atau”, “atau”,
“atau”.
Baginda
terheran-heran mendengar laporan itu, setelah berpikir sejenak baginda
bertitah, “Panggil kemari Abu Nawas sekarang juga, aku mau tahu apakah lembu
itu sudah bisa mengaji atau belum.”
Tidak lama kemudian
Abu Nawas pun sampai di Istana, ia pun datang dan memberikan penghormatan.
.
“Hai Abu Nawas, sudahkah
engkau mengajari lembuku itu dan apakah lembu itu sudah bisa mengaji
Al-Qur’an?” tanya Baginda Sultan.
Sudah bisa
sedikit-sedikit, Ya Tuanku Syah Alam,” jawab Abu Nawas.
“Tadi aku suruh
seorang prajurit melihat ke rumahmu, katanya engkau mengajari lembu itu kalimat “atau”,
“atau”, “atau”. Aku mau tahu apa artinya perkataan itu?”
“Ampun ke Duli Syah
Alam,” kata Abu Nawas. Arti “atau”, “atau”, “atau” itu adalah jika
bukan lembu yang mati, atau hamba, atau tuanku, atau tidak ada salah seorang
yang mati, hamba tidak akan puas. Sebab sampai habis umurnya sekalipun,
binatang itu tidak akan bisa mengaji Al-Qur’an. Itu sebabnya binatang itu hamba
cambuk agar mati. Dengan demikian hamba senang karena pekerjaan hamba dapat
selesai. Atau hamba yang mati, atau Paduka yang mati, atau salah satu, barulah
habis perkara lembu itu.”
Baginda terperanjat
di tempat duduknya, tidak dapat berkata sepatah katapun. Setelah tercengang
sejenak, baginda berkata. “Kalau begitu lembu itu boleh kamu ambil, atau kamu
jual, atau kamu buat gulai.”
“Terima kasih
banyak-banyak, ya Tuanku Baginda Syah Alam,” kata Abu Nawas sambil memberikan penghormatan. Ia pun mohon diri pulang ke rumah dengan
langkah ringan dan hati senang.

Komentar
Posting Komentar